Selasa, 29 Desember 2009
hari ibu
Sejarah hari ibu di indonesia sendiri dimulai dengan diadakannya kongres pertama organisasi-organisasi wanita di Jogjakarta pada tanggal 22 Desember 1928. Kongres perempuan ini kini dikenal dengan nama Kongres Wanita Indonesia. Organisasi perempuan sendiri sudah bermula sejak 1912 yang terilhami oleh pejuang wanita nasional seperti M. Christina Tiahahu, Cut Nya Dien, Cut Mutiah, R.A. Kartini, Walanda Maramis, Dewi Sartika, Nyai Achmad Dahlan, Rangkayo Rasuna Said dan lain-lain. ( sumber : http://yulian.firdaus.or.id/2004/12/22/sejarah-hari-ibu/ )
Jadi jelas kongres perempuan ini bertujuan atau memiliki makna untuk ikut mengambil bagian dalam pergerakan nasional. Saat ini Indonesia sudah merdeka namun wanita selalu mengambil bagian dalam rangka pembangunan nasional. Di susunan kabinet menteri sudah sering wanita menduduki posisi menteri, bahkan menjadi presiden RI ke-5, yaitu Megawati Soekarno Putri. Peran wanita dalam pemerintahan pusat maupun daerah juga tidak dapat dipungkiri.
Ditengah keterbatasan wanita, ternyata wanita mampu untuk ikut berpartisipasi dalam dominasi dunia pria di Indonesia. Kita sudah sering melihat prestasi wanita dalam berbagai bidang seperti politik, sosial, teknologi, maupun olah raga. Walaupun masih banyak orang yang merendahkan kaum wanita namun mereka tetap dapat menunjukkan eksistensinya dalam berbagai bidang. Jika demikian apakah kita pantas untuk merendahkan martabat kaum wanita?
Terlepas dari peran serta wanita dalam berbagai bidang, hendaknya kita memaknai Hari Ibu karena peran besarnya dalam melahirkan dan merawat kita sehingga menjadi pribadi yang besar saat ini. Seringkali kita melihat di samping pemimpin besar selalu ada wanita yang tangguh. Baik sebagai istri maupun sebagai Ibu kita akan selalu melihat fenomena ini di Dunia. Jadi kita hendaknya harus selalu menghormati kaum wanita karena peran besar seorang Ibu yang tak dapat digantikan oleh kaum pria yaitu melahirkan Anak. Tanpa beliau kita tidak ada di muka bumi ini.
Mario Teguh menyebutkan dalam Golden Ways, hanya dengan memikirkan atau mengucapkan kata ibu maka kita langsung teringat dengan jasa Ibu kita, membuat diri kita terenyuh dan berpikir apakah saya sudah berbuat baik untuk membalas jasa besar Ibu kita? Jasa ibu sendiri tidak bisa kita gantikan dalam kehidupan ini.
Sebagai anak maka patutlah bagi kita untuk mendengarkan nasehat beliau dan merawat beliau kelak ketika sudah berumur. Sebagai seorang suami maka hendaknya suami selalu menghormati pendapat istri dan tidak menganggap rendah istrinya sehingga melakukan kekerasan rumah tangga karena kelemahan wanita.
Marilah kita memaknai Hari Ibu ini dengan lebih menghormati jasa dan peran wanita dalam hidup kita.
Pertunjukan Boneka Si Gale – gale
Pertunjukan kesenian boneka sigale-gale sudah ada sejak jaman dulu. Tarian ini sangat religius. Taarian ini biasanya dilakukan saat upacara kematian, dimana keluarga yang mengadakan upacara ini tidak memiliki anak laki – laki. Si Gale-gale adalah seperangkat patung dan topeng yang bisa dimainkan. Si Gale-gale dimainkan oleh seorang dalang dengan gerak-gerak tertentu. Seni gerak, atau yang lebih lazim disebut seni tari wayang Si Gale-gale dikenal sebagai tari Tortor. Sambil menggerak-gerakkan boneka dalam gaya tari Tortor. Ki Dalang bercerita. Dalam gerak dan cerita yang terpadu itulah dalang menggambarkan dan memaparkan jiwa dan kepribadian Putra Batak yang dilandasi ajaran Sisingamangaraja. Dengan perkataan lain Si Galegale itu memegang peranan sebagai wahana untuk mengungkapkan kembali, juga menyampaikan kembali, dan sekaligus, melestarikan ajaran Sisingamangaraja agar tetap diingat, dihayati, dan diamalkan oleh putra Tapanuli di mana pun mereka berada.
Intisari ajaran atau wejangan Sisingamangaraja tersirat dan sekaligus tersirat dalam ungkapan Dalihan na Tolu. Kata dafthan, rasanya mirip dengan kata dalih dalam bahasa Indonesia, yang secara etimologis dekat dengan bahasa Jawa Galih, yang di samping punya arti alasan, juga mengandung makna : dasar, inti, inti persoalan, dan juga asas. Dengan demikian kata mutiara dalam bahasa Batak itu dapat diartikan sebagai Dasar atau Asas yang Tiga. Bahkan kadang-kadang orang Batak sendiri menterjemahkannya secara sederhana: Dalihan na Tolu artinya : Terungku atau Penyangga yang Tiga.
Terungku yang Tiga ialah gambaran jiwa dan semangat kekerabatan dalam masyarakat Batak, di mana unsur kekerabatannya terdiri dari tiga kelompok, yaitu: Dongan sa Butuha, Hulahula, dan Boru. Yang pertama berarti, kawan seperut atau saudara kandung. Yang kedua: seluruh keluarga pihak istri.
Yang ketiga: seluruh keluarga yang beristrikan keturunan saudara sekandung.
Ketiga unsur itu tidak boleh bersilang-sengketa. Harus bersatu-padu seperti yang tercermin dalam ungkapan-ungkapan:
(1) Manot mardongan sa Butuha, yang artinya: Jangan sembrono terhadap saudara sekandung.
(2) Somba marhula-hula, yang artinya: Sembahlah, atau hormatilah selalu keluarga pihak istri.
(3) Elek marboru, yang artinya: Sayangilah saudara perempua.
Dari pembahasan diatas kita dapat menyimpulkan bahwa tarian Si Gale-gale banyak mengandung arti. Dilihat dari nilai
Tanggung jawab:
Seorang anak laki –laki di daerah batak sangatlah dihormati dan dihargai oleh keluarganya, karena ia adalah tulang punggung sebuah keluarga. Sehingga tarian Si Gale-gale biasa dilakukan oleh keluarga yang dimana sebuah keluarga itu tidak memiliki anak laki-laki. Sehinga untuk menarikan tarian tortor yang biasa diadakan untuk upacara kematian dibuatlah boneka yang di sebut Si Gale-gale untuk mewakili ketidak adaanya seorang anak laki-laki.
Cinta dan kasih sayang:
- Dalam hal ini tarian si gale-gale juga mewakilkan perasaan orang tua yang sangat sayang dengan anaknya. Karena di dalam cerita tentang asal usul tarian si Gale-gale,di sebutkan bahwa sebuah keluarga yang tidak memiliki anak laki-laki dan saat anak mereka meninggal mereka ingin anaknya selalu tetep hidup di hati mereka. Maka dari itulah mereka membuat patung boneka si gale-gale untuk mengingatkan mereka dengan sang anak.
- Dalam hal ini tarian Si gale-gale juga mengandung nilai kasih sayang dan cinta. Dimana dalam hal ini tarian Si Gale-gale menggambarkan sebuah kasih sayang dan penghormatan seoran anak kepada orang tua yang teah meninggal dengan menarikan sebuah tarian tortor. Yang biasa dibawakan untuk menghantarkan arwah seseorang yang telah meninggal. Dan merka percaya jika tarian ini dilakuakan maka arwah orang yang meninggal itu dapat senang dialamnya.
Kamis, 12 November 2009
Kematian di Tana Toraja
Ratusan juta dikeluarkan sebuah keluarga untuk dapat menggelar prosesi upacara kematian
Tana Toraja terletak di wilayah utara provinsi Sulawesi Selatan. Untuk mencapai kabupaten yng terletak di pegunungan berpemandangan alam yang indah ini, dibutuhkan waktu delapan jam perjalanan darat dari kota Makasar.
Memasuki ibu kota kabupaten Tana Toraja, deretan tongkonan atau rumah adat Toraja, segara menyambut. Nyaris tak terdapat mobil dan rumah mewah disana. Simbol dan status masyarakat Toraja memang tidak di tunjukan oleh benda – benda modern, melainkan oleh jumlah tongkonan yang mereka miliki. Sebuah keluarga juga dianggap kaya kalau dapat membagun 12 lumbung padi di depan halaman rumah, yang dibuat mirip tongkonan, dengan bentuk lebih kecil.
Simbol kekayaan lain adalah kerbau (tedong). Hewan ini tidak hanya sebagai merupakan simbol matrealistis., tetapi juga mempunyai makna penting dalam upacara kematian masyarakat Toraja yang masih memegang kepercayaan Aluk To Dolo. Kerbaulah yang membawa arwah dalam upacara kematian atau Rambu Solo ketempat peristirahatan terakhir. Dalam upacara Rambu Solo yang cukup besar, tedong yang di korbankan dapat mencapai 60 ekor.
Harga tedong bervariasi, tergantung dari panjang tanduk, warna, ukuran tubuh, serta jenisnya. Tedong yang berwana abu-abu seperti lazimnya kerbau, Rp20 juta per ekor, sedang yang telah di kebriri mencapai Rp30-40 juta per ekor. Untuk tedong albino, per ekor Rp50 juta, sedangakan tedong bonga (berkulit belang hitam dan putih) bisa melebihi Rp100 juta.
Tentunya biaya kematian di Tana Toraja ini cukup tinggi. Misalkan upacara untuk kematian bangsawan menengah, setidaknya perlu biayha sebesar Rp300 juta. Dana yang di gunakan untuka membangun makam di tengah tebing serta memotong babi dan tedong itu di tanggung oleh anak-anak almarhum. Tak heran bila pelaksanaan Rambu Solo kerap di tunda berthun-tahun lamanya, menunggu sampai uang terkumpul agar apaat digelar Rambu Solo yang sempurna.
Tana Toraja memang banyak menyimpan kaindahan, tak hanya dari alamnya semata, melainkan juga juga tradisi yang sampai saat ini tetap terjaga kelestariannya.
Selasa, 10 November 2009
Kesenian Gandrung
Kesenian Gandrung merupakan ibu dari kesenian lainnya yang ada di Banyumas. Pada usia 10 tahun para wanita mulai menarikannya. Tarian Gandrungan juga biasanya dibawakan oleh penari pria atu biasa disebut Gandrung Lanang, para lelaki itu menari menggunakan pakaian tarian wanita pada umumnya.
Akan tetapi kesenian Gandrung saat ini sulit untuk kita dapat jumpai, kesenian ini juga hampir punah. Di Banyumas sendiri tariann Gandrungan juga sulit untuk dapat kita jumpai. Wlaupun sebenarnya tarian ini merupakan salah satu kesenian yang dulunya banyak di gemari olah masyarakat banyumas pada umumnya. Akan tetapi semakin berkembangnya jaman kesenian ini juga dikatagorikan sebagai tarian yang hanya menjual kemolekan dari tubuh para penarinnya. Sehingga tidak banyak generasi muda yang ingin melestarikannya.
Kesenian Gandrung berfungsi sebagai tarian pergaulan sama halnya seperti tarian lainnya. Akan tetapi Gandrungan mempunyai ciri tersendiri dari tata letak gerakanya, dan alat musik untuk mengiringinya.
Ada tiga tahap dalam Tarian Gndrungan :
- Tahap pertama adalah Jejer Gandrung pada tahap ini penari menarikannya sendri dengan lagu yang dibawkannya ( lagu podo Nonton ) dan diiringi oleh alt musik tradisionalnya.
- Tahap kedua adalah Pacu Gandrung pada saat ini penari harus melayani tamu satu persatu. Disinilah para penari harus sabar dalam menghadapi para tamu. Karen kadang kala ada juga para tamu yang menunjukkan norma yang tidak wajar kepda penari. Dan ini juga merupakan salah satu sebab para pemuda enggan untuk melestarikan tari gandrungan ini.
- Tahap ketiga adalah Sublek Sungkem dalam tahap ini penari membawakan tarian yang dibawakan dengan maksud permohonan maaf atas tarian yang telah dibawakannya semalaman itu.
Untuk menghindari kepunahan dalam Kesenian Gandrungan ini banyak para seniman yang melestarikannya dengan mendirikan sekolah kursus untuk tarian Gandrungan dan tarian dari Banyumas yang lainnnya dalam yang sifatnya formal maupun biasa.
Senin, 09 November 2009
anak hilang
Dalam film ini banyak pelajaran yang bisa saya ambil, tentang kehidupan suatu keluarga yang tidak mampu atau miskin yang tinggal dipinggiran laut yang sangat kumuh. Di film ini juga banyak mempelajari tentang arti kehidupan,cinta, kasih sayang, tanggung jawab, penderitaan, serta harapan sebuah keluarga.
- tanggung jawab
Tanggung jawab oleh seorang Bapak (Baco) dalam Film tersebut belum dapat dikatakan sebagai bapak yang bertanggu jawab. Karena ia tidak dapat menafkahkan keluargannya sendiri sampai akhirnya sang istripun juga ikut mencari nafakah untuk keluarga. Ia juga belum bisa menyediakan tempat tinggal yang layak untuk keluarganya.
tanggung jawab si Basri dalam dirinya sendri juga belum dapat dikatakan asebagai tanggung jawab karena ia pergi dari rumah, ia menganggab bahwa lingkungannya tidak layak untuk di tempati.
- manusiadan penderitaan
Dalam kisah tersebut penderitaan yang dialami sebuah keluarga memang sangat menyedihkan ketika seorang ibu yang tertabrak lari. Dan meninggalakan seorang anak yang masih kecil dan membutuhkan kasih sayangnya. Dan kelurga itu juga harus tinggal di pinggiran pantai yang sangat kumuh. Itu merupakn sebuah pendaritaan ynag mereka harus hadapi.
- manusia dan cinta
Saat seorang ayah sangat mencintai anaknya senhingga ia membela-belakan dirinya untuk mencari anaknya dengan melaporkan kepolisi. Dan mendatangi sebuah percetakan koran agar berita tentang anaknya dapat di muat di koran tersebut. Supaya sang anak cepaat kembali pulang.
- harapan
seorang anak ingin kehidupannya lebih baik lagi dengan mencari uang,akan tetapi ditentang oleh sang ibu. Dengan cara pergi dari rumah ia pun bekerja sebagai seniman jalanan. Dan berharap kehidupannya dapat lebih layak lagi.