Jumat, 04 Mei 2012

RATIONAL EMOTIVE THERAPY Teori Albert Ellis

RATIONAL EMOTIVE THERAPY 
Teori Albert Ellis Konsep Dasar Menurut Albert Ellis, manusia pada dasarnya adalah unik yang memiliki kecenderungan untuk berpikir rasional dan irasional. Ketika berpikir dan bertingkahlaku rasional manusia akan efektif, bahagia, dan kompeten. Ketika berpikir dan bertingkahlaku irasional individu itu menjadi tidak efektif. Reaksi emosional seseorang sebagian besar disebabkan oleh evaluasi, interpretasi, dan filosofi yang disadari maupun tidak disadari. Hambatan psikologis atau emosional tersebut merupakan akibat dari cara berpikir yang tidak logis dan irasional, yang mana emosi yang menyertai individu dalam berpikir penuh dengan prasangka, sangat personal, dan irasional. Berpikir irasional ini diawali dengan belajar secara tidak logis yang biasanya diperoleh dari orang tua dan budaya tempat dibesarkan. Berpikir secara irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis menunjukkan cara berpikir yang salah dan kata-kata yang tepat menunjukkan cara berpikir yang tepat. Perasaan dan pikiran negatif serta penolakan diri harus dilawan dengan cara berpikir yang rasional dan logis, yang dapat diterima menurut akal sehat, serta menggunakan cara verbalisasi yang rasional. Pandangan pendekatan rasional emotif tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep kunci teori Albert Ellis : ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, yaitu Antecedent event (A), Belief (B), dan Emotional consequence (C). Kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan konsep atau teori ABC. - Antecedent event (A) yaitu segenap peristiwa luar yang dialami atau memapar individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku, atau sikap orang lain. Perceraian suatu keluarga, kelulusan bagi siswa, dan seleksi masuk bagi calon karyawan merupakan antecendent event bagi seseorang. - Belief (B) yaitu keyakinan, pandangan, nilai, atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belief atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irrasional belief atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berpikir atau system keyakinan yang tepat, masuk akal, bijaksana, dan kerana itu menjadi prosuktif. Keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan ayau system berpikir seseorang yang salah, tidak masuk akal, emosional, dan keran itu tidak produktif. - Emotional consequence (C) merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam bentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya dengan antecendent event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang B. Selain itu, Ellis juga menambahkan D dan E untuk rumus ABC ini. Seorang terapis harus me-lawan (dispute; D) keyakinan-keyakinan irasional itu agar kliennya bisa menikmati dampak-dampak (effects; E) psi¬kologis positif dari keyakinan-keyakinan yang rasional. Albert Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang “diprogram” untuk selalu menanggapi “pengondisian-pengondisian” semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran¬-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya: 1. Mengabaikan hal-hal yang positif, 2. Terpaku pada yang negatif, 3. Terlalu cepat menggeneralisasi. Secara ringkas, Ellis mengatakan bahwa ada tiga ke¬yakinan irasional: 1. “Saya harus punya kemampuan sempurna, atau saya akan jadi orang yang tidak berguna”. 2. “Orang lain harus memahami dan mempertimbang¬kan saya, atau mereka akan menderita”. 3. “Kenyataan harus memberi kebahagiaan pada saya, atau saya akan binasa”. Ellis menegaskan bahwa betapa pentingnya “kerelaan menerima diri-sendiri”. Dia mengatakan, dalam RET, tidak seorang pun yang akan disalahkan, dilecehkan, apalagi dihukum atas keyakinan atau tindakan mereka yang keliru. Kita harus menerima diri sebagaimana adanya, menerima sebagaimana apa yang kita capai dan hasilkan. Dia mengkritik teori-teori yang terlalu menekankan kemuliaan pribadi dan ketegaran ego serta konsep-konsep senada lainnya. Menurut Ellis, memang ada alasan-alasan tertentu kenapa orang mengedepankan diri atau egonya, yaitu kita ingin menegaskan bahwa kita hidup dan dalam keadaan baik-baik saja, kita ingin menikmati hidup, dan lain se¬bagainya. Akan tetapi, jika hal ini dilihat lebih jauh lagi, ternyata mengedepankan diri atau ego sendiri malah me¬nyebabkan ketidaktenangan, seperti yang diperlihatkan oleh keyakinan-keyakinan irasional berikut ini: - Aku ini punya kelebihan atau tak berguna. - Aku ini harus dicintai atau orang yang selalu diperhatikan. - Aku harus abadi. - Aku harus jadi orang baik atau orang jahat. - Aku harus membuktikan diriku. - Aku harus mendapatkan apa pun yang saya inginkan. Ellis berpendapat bahwa evaluasi-diri yang keterlaluan akan menyebabkan depresi dan represi, sehingga orang akan mengingkari perubahan. Yang harus dilakukan manusia demi kesehatan jiwanya adalah berhenti menilai-nilai diri sendiri. 
Contoh Kasus dari Teori ABCDE Albert Ellis : 1. A : Orang tua Andi sibuk bekerja. B : Andi takut terabaikan dan tersingkir oleh orang tuanya C : Andi merasa cemas dan takut D : Akan tetapi Andi merasa orang tuanya tidak akan seperti itu E : Andi yakin orang tuanya sangat sayang padanya dan tidak akan mengabaikannya 2. A : Menghadapi ujian nasional B : Saya takut mengahadapi ujian nasional C : Saya cemas dan sangat khawatir D : Belom tentu saya tidak dapat dapat mengerjakan ujian nasional itu E : Saya pasti dapat mengerjakan ujian nasional 

Referensi : Corey, G. 1999. Teori dan Praktek Konseling & Psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama